Rabu, 14 Agustus 2013

Pengakuan Kedaulatan NKRI oleh Mesir Adalah yang Pertama


Kemerdekaan bukanlah hal yang gratisan. Dibutuhkan perjuangan untuk memperolehnya, seperti nyawa dan harta sebagaimana semestinya. Tidak sampai di sana juga diperlukan perjuangan dalam rangka merangkul entitas lain untuk mengakuinya. Begitupun Indonesia, tetap berjuang bukan hanya dengan senjata melainkan juga dengan diplomasi guna menggalang dukungan luar negeri. Upaya ini dilakukan untuk mengusir entitas penjajah Belanda yang ingin terus mencaplok bumi pertiwi.
Kemerdekaan Indonesia
Berdasarkan penelusuran literatur sejarah, negara yang terdepan dalam pengakuan terhadap kemerdekaan bumi pertiwi adalah Mesir. Secara de facto, kemerdekaan NKRI diakui Mesir pada 22 Maret 1946. Kemudian disusul oleh Liga Arab pada 18 November 1946. Setelah itu diikuti Suriah pada 3 Juli 1947. Libanon dan Irak pun menyusul pada 9 Juli 1947.
Begitu kemerdekaan Indonesia tersebar ke luar negeri, pemerintah Mesir langsung mengirim utusannya yang berada di Bombay ke Jogjakarta (ketika itu ibukota RI sementara), bernama Mohamad Abdul Mun’im, bersama Muriel Pearson (nama samarannya adalah Ketut Tantri, seorang perempuan Amerika yang pro kemerdekaan sejak masa revolusi) dengan berani menembus blokade Belanda.
Beliau menyampaikan dokumen resmi pemerintah Mesir dalam mengakui kemerdekaan RI tersebut. Ini pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi suatu negara mempertaruhkan nyawanya untuk menyampaikan dukungan kemerdekaan. Inilah perutusan pertama negara lain yang mendukung kemerdekaan RI. Pada 15 Maret 1947 bertepatan dengan HUT Mesir ke 23, keduanya menghadap Presiden Soekarno untuk mewakili pemerintah Mesir sekaligus utusan Liga Arab guna menjelaskan posisi dukungan mereka terhadap kedaulatan RI.
Pengakuan secara de jure (hukum) oleh Mesir ditandatangani pada 10 Juni 1947, ditandai perjanjian Persahabatan RI-Mesir dan sekaligus mendirikan Kedutaan RI pertama di luar negeri.
Prosesi Pengakuan Secara de Jure
Kemudian, dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjanjian Persahabatan Indonesia - Mesir. Ketika penandatanganan dokumen kerjasama ini di Kairo, Kedutaan Belanda di Mesir menyerbu masuk ke dalam ruangan kerja Perdana Menteri Mesir untuk mengajukan protes. Tetapi dengan bersikeras, Mesir mengabaikan protes tersebut. Pengakuan Mesir ini terjadi karena kedekatan tokoh tokoh perjuangan kemerdekaan RI dengan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Seperti Agus Salim, Sutan Syahrir, M.Natsir dengan tokoh pergerakan IM.
Perjanjian Kerja Sama RI dan Mesir
sumber
Dukungan ini disambut dengan hangat dan bahagia oleh Soekarno yang menyatakan bahwa: “karena diantara kita terdapat timbal balik pertalian agama”.
Sementara Sutan Syahrir sendiri menyebutkan bahwa,: “persaudaraan islam ini adalah suatu kenyataan dalam memutus rantai penjajahan asing”.
Atas dukungan Ikhwanul Muslimin lewat pemimpinnya, Hasan Al Banna, Mesir menjadi negara yang pertama mengakui kemerdekaan RI, namun setahun sebelum kemerdekaan, Palestina memberikan dukungannya terlebih dulu. Tampak dalam foto Sutan Syahrir & Hasan Al Banna, pendiri & pemimpin pertama Ikhwanul Muslimin Mesir
Ikhwanul Muslimin dan Kemerdekaan NKRI
Sementara alasan Liga Arab menganjurkan kepada semua negara anggotanya supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat karena didasarkan pada ikatan akidah Islamiyah, ukhuwah Islamiyah dan kekeluargaan.
Bung Hatta Bersama Pemimpin-Pemimpin Arab
Bahkan yang menarik, justru dukungan Palestina lebih awal setahun sebelum proklamasi. Palestina diwakili oleh Mufti Besarnya, Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ dari Syaikh Amin Al-Husaini ke seluruh dunia Islam untuk dukungannya pada kemerdekaan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar